Birokrasi Terkooptasi Politik? Membebaskan Birokrasi dari Politisi

- Senin, 19 Desember 2022 | 20:59 WIB
Melkianus Pote Hadi (MPH)
Melkianus Pote Hadi (MPH)

LINTAS PEWARTA - Beberapa pengalaman dan pengamatan, menjajaki, bertanya, mengamati kompleksitas Birokrasi yang telah terkooptasi dengan politik, saya bisa mengatakan Birokrasi akan cenderung statis dengan kata ” ASAL BAPAK SENANG”

Tidak menyinggung siapapun dalam tulisan ini, hanya lah upaya saya memberikan edukasi, informasi semoga dapat kita berbenah dalam tugas kita masing-masing.

Komposisi pegawai negeri sipil di Indonesia sangatlah paradoks. Kompleksitas masalah birokrasi di Indonesia kian rumit membelit ketika ditambah kooptasi politik. Tarikan kepentingan politik ini terjadi baik di tingkat pusat ataupun daerah. Di tingkat pusat, menteri-menteri umumnya dipilih berdasar asal partai politik yang ikut penyusun koalisi pemerintah. Pos-pos menteri sudah dijatah untuk parpol tertentu. Dari 34 menteri, 17 menteri berasal dari parpol. Tentu saja, semua menteri dari parpol mempunyai agenda politik sesuai kepentingan parpol masing-masing.

Di daerah, Cengkraman kooptasi politik pada birokrasi tak kalah kuat. Jabatan kepala dinas, kepala badan, dan asisten di sekretariat daerah hanya diberikan kepada pendukung calon kepala daerah terpilih. Pejabat yang memberikan dukungan penuh terhadap calon kepala daerah yang memenangi pilkada, dipastikan akan mendapat kedudukan empuk sebagai balas jasa. Di sini, barangkali jangan lagi bicara soal kualitas kinerja dan latar pendidikan karena pada umumnya hal-hal seperti itu menjadi pertimbangan nomor dua.

Dengan kooptasi seperti ini, politik yang menciptakan sistem di birokrasi, bukan sebaliknya. Birokrasi menjadi tidak netral, susah bekerja profesional, apalagi melayani rakyat secara sepenuhnya. Birokrasi malah lebih banyak melayani kepentingan-kepentingan politik.

Saya amati bertahun-tahun birokrasi seperti terjangkiti penyakit kronis dan akut. Menyembuhkannya tidaklah mudah. Akan tetapi, sejak era reformasi birokrasi, pembenahan dilakukan secara intensif. Paling pokok adalah deteksi postur birokrasi. Birokrasi yang gemuk tentu tak lincah untuk bekerja. Masalah juga yang sangat penting adalah berimbas pada biaya belanja aparatur yang membengkak. Gaji, tunjangan, dan biaya perjalanan dinas, serta honorarium mendominasi anggaran belanja negara.

Karena itu menurut saya,
Bebaskan Birokrasi dari Kooptasi Politik, Pelayanan publik yang dilaksanakan pemerintah daerah bisa menjadi lebih baik jika tidak terkooptasi oleh hal-hal yang bersifat politis. Selain itu, pemerintah juga harus menyusun standar pelayanan publik yang lebih jelas, bukan sekadar standar pelayanan secara umum.

Sejujurnya sistem yang dibangun kadang-kadang tidak bisa menghindari politik karena memang partai politik menjadi kendaraan bagi kepala daerah. ”Kendaraan politik dipakai, tentu saja ada kompensasinya. Sekarang yang menjadi masalah, apakah ini akan dilakukan perubahan atau tidak, seharusnya untuk birokrasi yang tidak boleh terkooptasi politik ini tidak perlu diatur dalam sebuah peraturan. ”Tidak akan sampai sejauh itu. Di Jepang, Jerman, dan beberapa negara lain tidak menggunakan sanksi, tetapi bagaimana membangun kesadaran itu. Kita jangan terlalu berorientasi kepada sanksi, tapi berorientasi pada kesadaran, pemerintah perlu menyusun standar bagi pelayanan publik sehingga diharapkan bisa meningkatkan kapasitas pemerintah daerah untuk pelayanan publik.

”Standar pelayanan yang ada sekarang ini hanya standar umum. Saat ini sudah mulai harus disusun standar pelayanan publik yang jelas, terutama di Kemdagri, karena pemerintah daerah merupakan ujung tombak pelayanan publik.

Salah satu elemen yang sangat menentukan keberhasilan daerah dalam melaksanakan pembangunan adalah pegawai. Sebagai pelaksana dari setiap kebijakan yang dihasilkan oleh daerah, posisi yang sangat penting dalam mengejawantahkan konsep-konsep kebijakan daerah adalah sebuah karya yang bisa dinikmati oleh masyarakat.

Dengan demikian, kemajuan atau kegagalan kita sebagai sebuah daerah, sangat bergantung pada kualitas kinerja. Kehadiran yang profesional untuk mengurus kepentingan rakyat. Karena tanpa profesinalisme, karyawan tidak akan mampu menjalankan fungsi dan memanfaatkannya untuk memajukan daerah dan mengatasi masalah di tengah alam desentralisasi ini.

Sayangnya, orang dan postur pekerja profesional yang bisa berkontribusi terhadap proses pemajuan daerah dan mumpuni dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, masih menjadi harapan yang terlalu muluk-muluk. Apalagi jika sorotan itu diarahkan pada kondisi yang hidup di alam desentralisasi dan otonomi daerah, karena pegawai di daerah masih tunduk di bawah kekuasaan kepala daerah dalam arti yang sebenarnya.

Banyak persoalan yang di alami birokrasi di daerah sejak kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah berjalan efektif tahun 2001 lalu tetap berbentuk birokrasi patrimonial. Relasi politisi – birokrasi yang tidak seimbang dengan politisi berada di posisi superior dan birokrasi di sisi sebaliknya, tetap menjadi bagian dari budaya birokrasi kita. Hal yang tidak berubah dari kondisi pada masa Orde Baru dulu. Bahkan jika diamati lebih jauh, patrimonialisme birokrasi saat ini justru semakin parah. Jika pada zaman Orde Baru, birokrasi relatif hanya terikat pada monoloyalitas politik kepada salah satu kontestan pemilu bernama Golongan Karya, dan itu terjadi secara nasional. Namun dalam era reformasi sekarang ini, loyalitas birokrasi harus diberikan kepada “siapapun” yang karena proses pemilihan langsung, tiba-tiba menjelma menjadi pejabat pembina kepegawaian.

Fenomena birokrasi patrimonial di daerah telah terjadi bahkan sejak Indonesia belum merdeka. Birokrasi Patrimonal menurut Eisenstadt memiliki ciri-ciri:

Halaman:

Editor: Yohanis Analdi Sogara

Sumber: Melkianus Pote Hadi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

5 Zodiak ini Susah Mencintai Diri Sendiri, simak ini!!

Rabu, 20 September 2023 | 11:48 WIB

Tes Kepribadianmu dengan Mengamati Empat Gambar ini

Sabtu, 16 September 2023 | 18:53 WIB

3 kumpulan puisi Menarik yang Menceritakan Massa Lalu

Senin, 21 Agustus 2023 | 14:15 WIB

Menarik Untuk di Baca, 2 Puisi Karya Mahibbul Jamil

Minggu, 20 Agustus 2023 | 14:40 WIB
X